Janji Yang Teringkari Bab 3
Pagi itu, aku bangun dengan kepala yang terasa berat. Tidur malamku dipenuhi dengan kecemasan yang tak kunjung reda. Semakin aku mencoba mengabaikan apa yang kulihat di ponsel Arman, semakin pikiranku dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak bisa kujawab. Aku tidak tahu harus berbuat apa, tetapi satu hal yang pasti—aku tidak bisa lagi hanya duduk diam dan menunggu jawaban datang dengan sendirinya.
Aku memutuskan untuk mencari tahu lebih jauh. Jika Arman
memang telah membeli mobil lain untuk seseorang, maka pasti ada jejak yang bisa
kuikuti. Aku tidak ingin menuduh tanpa bukti yang lebih kuat, meskipun
sebenarnya aku sudah tahu bahwa hatiku sendiri telah menemukan kebenarannya
sejak semalam. Aku hanya perlu sesuatu yang lebih nyata untuk meyakinkan diriku
sendiri bahwa ini bukan hanya sekadar dugaan.
Salah satu tempat yang terpikirkan olehku adalah bengkel
langganan Arman. Aku tahu bahwa ia selalu membawa mobilnya ke tempat itu untuk
perawatan rutin, dan jika memang ada kendaraan lain dalam hidupnya, mungkin di
sanalah aku bisa menemukan jawabannya. Aku berusaha menenangkan diriku saat
tiba di bengkel itu, mencoba untuk tidak terlihat gugup saat berbicara dengan
mekanik yang sudah cukup akrab dengan suamiku.
Baca juga:
Asuransi Mobil All Risk:
Perlindungan Menyeluruh untuk Kendaraan Anda
Perbandingan Premi Asuransi
Kendaraan: Panduan Memilih yang Terbaik
Keunggulan Asuransi Mobil
Allianz
Saat aku menyebutkan nama Arman, pria itu langsung
mengingatnya. Ia bahkan tanpa sadar menyebutkan bahwa mobil Arman baru saja
diperbaiki setelah mengalami kecelakaan kecil beberapa minggu yang lalu. Aku
menelan ludah, mencoba memahami informasi itu dengan hati yang semakin
berdebar. Aku tidak pernah mendengar Arman mengalami kecelakaan. Jika itu
terjadi, mengapa ia tidak pernah menceritakannya kepadaku?
Aku berpura-pura tidak terkejut, hanya mengangguk kecil
sambil terus mendengarkan. Mekanik itu menjelaskan bahwa semua biaya perbaikan
telah ditanggung oleh asuransi all risk yang Arman gunakan. Ia juga
menyebutkan bahwa perusahaan asuransi yang menangani klaim tersebut adalah Garda
Oto Asuransi. Aku bisa merasakan kakiku melemah. Semua informasi ini
semakin memperjelas sesuatu yang selama ini aku takutkan—ada mobil lain, ada
kebohongan lain, dan ada seseorang yang mungkin sedang menikmati fasilitas yang
selama ini aku kira hanya milik keluargaku.
Aku tidak tahu berapa lama aku berdiri di sana, mencoba
mencerna semua yang baru saja kudengar. Aku merasa seperti seseorang yang
tiba-tiba tersadar dari mimpi panjang, hanya untuk menemukan bahwa dunia yang
selama ini kuanggap nyata hanyalah ilusi. Aku ingin marah, ingin menangis,
tetapi di saat yang sama, aku merasa hampa.
Dalam perjalanan pulang, aku hanya duduk diam di dalam
mobil, memandangi jalanan yang terasa lebih asing dari biasanya. Aku tidak tahu
harus berbuat apa dengan semua informasi yang baru saja kudapatkan. Aku hanya
tahu bahwa apa pun yang terjadi setelah ini, tidak ada lagi cara untuk kembali
ke masa di mana aku bisa berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasa bahwa
pernikahanku sedang berada di ambang kehancuran, dan aku tidak bisa lagi
menutup mata terhadap kenyataan yang ada di hadapanku.
Pertemuan dengan Wanita Lain
Hari itu, aku berangkat dengan perasaan yang bercampur aduk.
Setelah semua yang kutemukan, aku tahu bahwa aku tidak bisa lagi mengabaikan
kenyataan yang ada di depan mataku. Aku harus menghadapi sesuatu yang lebih
besar daripada sekadar firasat dan kecurigaan. Langkahku terasa berat, seolah
ada beban yang menekan pundakku. Aku tidak tahu apa yang akan kutemukan, tetapi
aku tahu bahwa kebenaran harus terungkap, seberapapun menyakitkannya.
Aku akhirnya tiba di tempat yang selama beberapa hari
terakhir menghantui pikiranku—apartemen mewah yang namanya tertera di dokumen
yang kutemukan sebelumnya. Sebuah alamat yang asing, tetapi entah kenapa terasa
begitu familiar. Aku tidak tahu siapa yang akan kutemui di sana, tetapi
instingku mengatakan bahwa jawaban dari semua pertanyaanku tersembunyi di balik
pintu itu.
Ketika aku sampai di lantai yang dimaksud, aku mencoba
menenangkan diri. Aku mengetuk pintu dengan perlahan, dan hanya butuh beberapa
detik sebelum seorang wanita membukanya. Ia terlihat muda, berpenampilan
menarik, dengan senyuman yang terasa begitu ramah. Tapi, senyuman itu tidak
mampu menyembunyikan keterkejutan di matanya saat ia melihatku berdiri di depan
pintunya.
Aku tahu siapa dia, bahkan sebelum ia mengatakan apa pun.
Aku tahu karena aku pernah membayangkan sosok ini dalam pikiranku—sosok yang
telah merenggut perhatian Arman dariku. Aku berdiri di sana dalam keheningan,
memandangi wanita yang mungkin selama ini menjadi alasan di balik semua
perubahan dalam pernikahanku.
Tanpa banyak bicara, aku mencoba mengamati ruangan di
belakangnya. Aku melihat sebuah meja kecil dengan dokumen-dokumen yang tertata
rapi di atasnya. Salah satu dokumen itu menarik perhatianku—sebuah polis asuransi
mobil dengan nama wanita itu tertera di atasnya. Hatiku mencelos. Ini bukan
lagi sekadar dugaan, ini adalah bukti bahwa Arman telah mengurus lebih dari
sekadar hubungan gelap. Ia memberikan perlindungan, kenyamanan, bahkan keamanan
finansial kepada seseorang yang bukan aku.
Wanita itu tampaknya menyadari arah pandanganku, tetapi ia
tidak berusaha menyembunyikannya. Sebaliknya, ia melangkah maju, seolah ingin
memberikan penjelasan. Ia berbicara dengan tenang, seolah apa yang terjadi di
antara mereka adalah sesuatu yang wajar. Dari setiap kata yang ia ucapkan, aku
tahu bahwa hubungan mereka bukanlah sesuatu yang baru. Ini bukan sekadar
perselingkuhan singkat, ini adalah sesuatu yang telah berlangsung cukup lama
untuk membuat Arman membelikan mobil baru dan mengurus asuransi kendaraan
atas namanya.
Aku mendengarkan penjelasannya dengan hati yang semakin
berat. Aku mencoba memahami bagaimana semua ini bisa terjadi, bagaimana aku
bisa begitu buta terhadap apa yang terjadi di sekitarku. Tapi, di saat yang
sama, aku juga merasa bahwa aku tidak perlu lagi mendengar apa pun. Aku sudah
tahu cukup banyak. Aku sudah melihat cukup banyak.
Ketika aku berbalik dan meninggalkan tempat itu, aku merasa
seperti seseorang yang baru saja kehilangan segalanya. Hatiku terasa hancur
berkeping-keping, dan aku tidak tahu bagaimana cara menyatukannya kembali. Aku
berjalan tanpa arah, membiarkan kakiku membawa tubuhku yang terasa lemah. Aku
tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini, tetapi aku tahu bahwa tidak ada
lagi jalan untuk kembali ke kehidupan yang pernah aku kenal.
Hari itu, aku tidak hanya kehilangan kepercayaan pada Arman, tetapi juga kehilangan kepercayaan pada diriku sendiri. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa melewati ini, tetapi satu hal yang pasti—aku tidak akan pernah lagi menjadi wanita yang sama seperti sebelumnya.
