Janji Yang Teringkari Bab 4

Malam itu, aku duduk dalam kegelapan ruang tamu, membiarkan pikiranku dipenuhi dengan semua yang telah terjadi. Aku merasa seperti orang asing di dalam rumahku sendiri, tempat yang dulu memberiku kenyamanan, kini terasa begitu dingin dan sunyi. Aku telah melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana Arman membangun kehidupan lain di belakangku, bagaimana ia tidak hanya berbagi waktu dan perhatiannya dengan wanita lain, tetapi juga memberikan segala bentuk kenyamanan yang seharusnya menjadi milikku.

Baca juga:

Keunggulan Asuransi Mobil Allianz

Asuransi Mobil All Risk: Perlindungan Menyeluruh untuk Kendaraan Anda

Asuransi Mobil Garda Oto: Perlindungan Terbaik untuk Kendaraan Anda

Aku menunggu Arman pulang dengan perasaan yang sulit digambarkan. Ada kemarahan yang membara di dalam dadaku, tetapi ada juga kesedihan yang begitu dalam, seolah-olah semua yang telah kami bangun selama bertahun-tahun kini hancur dalam sekejap. Aku tidak ingin hanya diam dan membiarkan kebohongan ini terus berlanjut. Aku harus mendapatkan jawaban, bahkan jika itu berarti harus menghadapi kenyataan yang lebih menyakitkan dari yang sudah aku ketahui.

Asuransi Mobil


Ketika akhirnya Arman tiba di rumah, aku memperhatikannya dengan saksama. Wajahnya terlihat lelah, tetapi tidak ada rasa bersalah di sana, seolah-olah semua yang ia lakukan adalah sesuatu yang biasa saja. Aku menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri sebelum akhirnya mengeluarkan semua yang selama ini kusimpan dalam diam. Aku meletakkan dokumen-dokumen di atas meja—bukti yang menunjukkan semua kebohongan yang selama ini ia sembunyikan dariku.

Ada polis asuransi mobil all risk yang ia buat beberapa bulan lalu untuk kendaraan yang tidak pernah kubayangkan ada dalam kehidupanku. Ada juga kuitansi dari perusahaan asuransi yang membuktikan bahwa ia telah mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk perlindungan yang bahkan tidak ia ceritakan kepadaku. Semua itu bukan sekadar kebetulan atau kesalahpahaman. Ini adalah bukti bahwa ia telah menghabiskan waktunya bersama seseorang yang lain, memberikan keamanan dan kenyamanan yang seharusnya menjadi milik keluarganya sendiri.

Aku melihat ekspresi wajah Arman berubah saat ia menyadari apa yang kulakukan. Aku bisa melihat kebingungan, ketakutan, dan sedikit rasa bersalah yang muncul di matanya. Namun, aku tidak ingin lagi mendengar alasan atau pembelaan diri yang mungkin akan ia katakan. Tidak ada kata-kata yang bisa mengubah fakta bahwa ia telah mengkhianatiku. Tidak ada penjelasan yang bisa membuat semua ini terasa lebih ringan.

Aku tidak tahu berapa lama kami berdiri dalam keheningan itu, tetapi rasanya seperti selamanya. Aku tahu bahwa ini adalah momen di mana pernikahan kami akan berubah selamanya, entah berakhir atau tetap bertahan dalam kepalsuan. Tapi yang pasti, aku tidak bisa lagi menutup mata terhadap kenyataan bahwa orang yang selama ini aku percayai telah menyembunyikan begitu banyak hal dariku.

Saat aku akhirnya mengumpulkan keberanian untuk berbicara lagi, aku menyebutkan satu hal terakhir yang membuat semua ini terasa lebih nyata. Aku telah mengetahui bahwa kecelakaan yang melibatkan mobil lain telah ditanggung oleh Garda Oto Asuransi, sesuatu yang seharusnya tidak menjadi urusan suamiku jika memang itu bukan kendaraan miliknya atau seseorang yang dekat dengannya. Aku ingin tahu bagaimana ia bisa menjelaskan semua ini, tetapi di saat yang sama, aku merasa bahwa aku sudah tidak perlu lagi mendengar jawabannya.

Aku menghela napas panjang, menyadari bahwa hatiku sudah terlalu lelah untuk terus bertanya-tanya. Aku sudah mendapatkan semua jawaban yang kubutuhkan, meskipun bukan dari kata-kata Arman, melainkan dari semua bukti yang kutemukan sendiri. Aku tidak lagi berharap ada kejujuran yang tersisa di antara kami. Aku hanya tahu bahwa setelah malam ini, tidak akan ada lagi yang sama.

Aku berdiri dari kursiku, meninggalkan ruangan dengan perasaan kosong yang begitu dalam. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan setelah ini, tetapi satu hal yang pasti—aku tidak akan pernah membiarkan diriku terjebak dalam kebohongan yang sama lagi.

 

Luka yang Terbuka

Pagi datang tanpa membawa ketenangan. Aku masih duduk di tepi tempat tidur, menatap jendela yang menampilkan langit mendung di luar. Rasanya seolah-olah cuaca hari ini mencerminkan perasaanku—suram, penuh ketidakpastian. Semalaman aku tidak bisa tidur, pikiranku terus dipenuhi dengan kata-kata yang tidak pernah terucap dan kenyataan yang kini tak bisa lagi kuingkari.

Aku mencoba memahami bagaimana semua ini bisa terjadi. Bagaimana seseorang yang pernah berjanji untuk mencintaiku seumur hidup kini menjadi orang yang paling asing bagiku. Aku tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari aku akan menghadapi kenyataan seperti ini—bahwa suamiku, orang yang selama ini kusebut rumah, telah membangun kehidupan lain di luar sana, bersama seseorang yang bukan aku.

Aku menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian untuk menghadapi hari ini. Aku tahu bahwa aku harus membuat keputusan, tetapi hatiku masih terombang-ambing antara amarah dan kesedihan. Aku ingin membenci Arman atas semua kebohongan yang telah ia lakukan, tetapi di saat yang sama, aku juga tidak bisa menghapus semua kenangan yang pernah kami bagi bersama.

Saat aku berjalan menuju ruang kerja, mataku kembali tertuju pada tumpukan dokumen yang semalam aku tinggalkan begitu saja. Salah satu kertas yang tergeletak di meja adalah polis Garda Oto Asuransi yang menjadi salah satu bukti pengkhianatan ini. Aku menatapnya cukup lama, seolah berharap bahwa semua ini hanyalah mimpi buruk yang bisa segera berakhir begitu aku terbangun. Tapi ini bukan mimpi, dan semakin aku menatap lembaran itu, semakin aku sadar bahwa aku tidak bisa lagi menutup mata terhadap kenyataan.

Aku akhirnya memberanikan diri untuk mengambil ponsel dan mulai mencari informasi yang lebih dalam. Aku ingin tahu sejauh mana kebohongan ini telah berlangsung. Aku membuka kembali catatan rekening Arman, mencoba mencari transaksi yang selama ini mungkin luput dari perhatianku. Tidak butuh waktu lama sampai aku menemukan sesuatu yang semakin membuat hatiku sakit—pembayaran untuk polis asuransi mobil terbaik atas nama seseorang yang bukan aku.

Dadaku terasa sesak. Ini bukan hanya tentang pengkhianatan emosional, tetapi juga tentang bagaimana ia telah begitu teliti dalam menyembunyikan semua ini dariku. Arman tidak hanya berbagi cinta dengan wanita lain, tetapi juga memberikan perlindungan dan kenyamanan yang selama ini aku pikir hanya menjadi milikku. Mobil, asuransi, perhatian—semuanya telah ia bagi kepada orang lain tanpa sedikit pun ragu.

Aku menutup mata, mencoba menenangkan gejolak dalam dadaku. Aku merasa seperti seseorang yang telah kehilangan pegangan, jatuh ke dalam kehampaan yang tak berujung. Selama ini, aku selalu percaya bahwa pernikahan kami dibangun di atas kepercayaan dan kesetiaan, tetapi kini aku menyadari bahwa aku telah hidup dalam kebohongan selama ini.

Aku mengembuskan napas berat, menyadari bahwa aku tidak bisa terus membiarkan diriku tenggelam dalam kesedihan. Aku tahu bahwa aku harus mengambil langkah berikutnya, apa pun itu. Aku tidak bisa hanya duduk diam dan berharap semuanya akan kembali seperti semula. Karena kenyataannya, tidak ada yang bisa kembali seperti dulu lagi.

Saat aku berdiri dan merapikan dokumen-dokumen di atas meja, aku menyadari satu hal—aku tidak ingin lagi menjadi wanita yang hanya menerima keadaan. Aku telah mengorbankan terlalu banyak waktu dan perasaanku untuk seseorang yang bahkan tidak bisa menjaga kepercayaanku. Mungkin ini saatnya aku memikirkan kembali tentang hidupku, tentang masa depanku, tentang bagaimana aku akan menjalani hari-hariku tanpa bayang-bayang kebohongan ini.

Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi satu hal yang pasti—aku tidak akan lagi menjadi wanita yang sama seperti kemarin.


Lanjut ke Bab 5