Janji Yang Teringkari Bab 5

Pagi ini terasa berbeda. Biasanya, aku akan sibuk menyiapkan sarapan, memastikan segala sesuatu berjalan dengan baik sebelum Arman berangkat bekerja. Tetapi hari ini, aku hanya duduk di kursi ruang makan, menatap kosong ke arah cangkir kopi yang bahkan belum kusentuh. Ada sesuatu yang hilang dalam rutinitasku—mungkin ketenangan, mungkin keyakinan, atau mungkin cinta yang selama ini kusebut sebagai fondasi pernikahanku.

Baca juga:

Perbandingan Premi Asuransi Kendaraan: Panduan Memilih yang Terbaik

Pilihan Terbaik Asuransi Mobil Terbaik Tahun 2025

Keunggulan Asuransi Mobil Allianz

Aku tidak bisa lagi menghindari kenyataan. Aku telah melihat semua bukti, mendengar semua kebohongan, dan merasakan luka yang semakin dalam setiap harinya. Aku mencoba mengingat kapan terakhir kali aku merasa benar-benar bahagia dalam pernikahan ini, tetapi tidak ada jawaban yang muncul. Yang ada hanya potongan-potongan kenangan yang kini terasa seperti kepalsuan belaka.

asuransi mobil 2025


Aku tahu bahwa aku harus membuat keputusan. Tetapi memilih untuk bertahan atau pergi bukanlah perkara mudah. Ada begitu banyak hal yang harus kupikirkan, bukan hanya tentang hatiku, tetapi juga tentang hidupku setelah ini. Aku telah bergantung pada Arman dalam banyak hal, terutama secara finansial. Selama ini, ia yang mengurus semua keperluan rumah tangga, termasuk aset yang kami miliki bersama. Tetapi kini, aku tidak bisa terus membiarkan diriku berada dalam posisi lemah. Aku harus mulai berdiri sendiri.

Aku mengambil laptop dan mulai mencari informasi tentang aset yang terdaftar atas nama kami berdua. Aku membuka dokumen-dokumen lama, mencari sesuatu yang bisa memberiku gambaran tentang apa yang harus kulakukan selanjutnya. Saat menelusuri data, mataku tertuju pada polis asuransikendaraan bermotor yang kami miliki bersama. Aku membaca detailnya dengan teliti, menyadari bahwa selama ini, aku tidak pernah benar-benar memperhatikan hal-hal seperti ini. Aku hanya percaya bahwa Arman telah mengurus semuanya. Tetapi kini, aku sadar bahwa aku tidak bisa lagi menyerahkan kendali atas hidupku kepada seseorang yang telah mengkhianatiku.

Aku mulai mencatat apa saja yang perlu aku urus jika aku benar-benar memutuskan untuk pergi. Aku perlu memahami bagaimana aset kami akan dibagi, bagaimana status kepemilikan kendaraan, rumah, dan tabungan bersama. Aku juga melihat kembali polis asuransi mobil all risk yang selama ini kuabaikan. Jika aku benar-benar meninggalkan pernikahan ini, aku harus memastikan bahwa aku tidak keluar dengan tangan kosong. Aku harus melindungi diriku sendiri, seperti bagaimana Arman selama ini melindungi orang lain tanpa sepengetahuanku.

Hati kecilku masih bergulat dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Aku tidak pernah membayangkan bahwa aku akan berada dalam posisi ini—memikirkan tentang perceraian, tentang kehidupan yang harus aku bangun sendiri dari awal. Tetapi aku juga tahu bahwa bertahan dalam pernikahan yang penuh kebohongan hanya akan menghancurkanku lebih dalam. Aku tidak ingin hidup dalam bayang-bayang seseorang yang tidak lagi menghargai kepercayaanku.

Aku mengembuskan napas panjang, menyadari bahwa keputusan ini tidak bisa dibuat dalam semalam. Aku masih butuh waktu, masih butuh keberanian untuk benar-benar melangkah keluar dari kehidupan yang telah kujalani selama bertahun-tahun. Tetapi satu hal yang pasti, aku tidak akan lagi menjadi wanita yang hanya menerima dan mengabaikan kenyataan. Aku akan berjuang, apa pun yang terjadi.

Aku menutup laptop dan menatap jendela di depanku. Matahari perlahan muncul dari balik awan kelabu, memberikan sedikit kehangatan pada pagi yang dingin. Aku ingin percaya bahwa di luar semua ini, masih ada harapan untukku. Aku tidak tahu bagaimana masa depanku akan berjalan, tetapi aku tahu bahwa aku harus mulai mengambil kendali atas hidupku sendiri.

Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, aku merasa bahwa aku memiliki pilihan. Dan kali ini, aku tidak akan membiarkan siapa pun menentukannya untukku.

 

Keputusan Terakhir

Pagi ini terasa lebih tenang dari biasanya, tetapi bukan karena aku telah menemukan kedamaian. Mungkin lebih karena aku akhirnya menerima kenyataan yang selama ini berusaha kutolak. Aku tidak bisa terus hidup dalam kebohongan, tidak bisa lagi menipu diriku sendiri bahwa semua ini akan membaik seiring waktu. Aku harus mengambil keputusan, keputusan yang akan mengubah hidupku selamanya.

Aku menghabiskan pagi dengan mengurus beberapa dokumen penting. Tumpukan kertas di hadapanku terasa begitu berat, bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara emosional. Aku memeriksa kembali setiap aset yang dimiliki bersama Arman, mencari tahu apa saja yang bisa menjadi bagian dari hakku jika aku benar-benar pergi. Mataku tertuju pada polis asuransi kendaraan yang selama ini terdaftar atas nama kami berdua. Aku membaca ulang setiap detailnya, memastikan bahwa aku memahami hak dan kewajibanku dalam hal ini. Aku tidak ingin ada celah yang bisa membuatku kehilangan sesuatu yang seharusnya menjadi bagian dari usahaku selama ini.

Aku mulai menyiapkan segala hal dengan tenang, mencoba berpikir jernih. Tidak ada keputusan yang lebih sulit daripada meninggalkan seseorang yang pernah menjadi bagian terbesar dalam hidupku. Aku dan Arman telah membangun begitu banyak hal bersama, tetapi aku harus menerima bahwa kebersamaan itu tidak lagi memiliki makna yang sama. Aku tidak bisa mempertahankan sesuatu yang telah rapuh, tidak bisa terus berharap pada seseorang yang telah mengkhianatiku.

Saat aku membuka lemari, mataku menangkap kotak kecil berisi berbagai dokumen lama, termasuk surat-surat penting dan polis asuransi lainnya. Aku menemukan polis asuransi mobil yang kami buat bertahun-tahun lalu, saat kami masih saling percaya dan merencanakan masa depan bersama. Aku tersenyum pahit saat membacanya, mengingat bagaimana aku dulu begitu yakin bahwa kami akan selalu ada untuk satu sama lain. Kini, semua itu hanya tinggal kenangan yang menyakitkan.

Aku menghela napas panjang dan merapikan semua dokumen yang kubutuhkan. Aku telah mengambil keputusan, dan aku tidak akan mundur. Aku tahu bahwa akan ada banyak hal yang harus aku hadapi setelah ini—proses hukum, pembagian aset, dan yang paling berat, menghadapi kenyataan bahwa aku harus memulai hidup dari nol. Tetapi aku lebih memilih itu daripada terus hidup dalam kepura-puraan.

Aku menatap bayanganku di cermin, mencoba mengenali perempuan yang berdiri di sana. Wajahnya terlihat lelah, tetapi matanya memiliki sesuatu yang baru—ketegasan. Aku bukan lagi wanita yang hanya menerima keadaan, bukan lagi seseorang yang takut kehilangan sesuatu yang sebenarnya sudah tidak ada. Aku telah kehilangan banyak hal, tetapi aku masih memiliki diriku sendiri.

Aku mengambil nafas dalam-dalam dan menatap langit dari jendela kamar. Matahari mulai bersinar lebih terang, seolah memberiku keberanian untuk melangkah. Aku tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi aku juga tahu bahwa aku akan baik-baik saja. Aku telah membuat keputusan terakhir, dan kali ini, aku memilih untuk menyelamatkan diriku sendiri.


Lanjut ke Bab 6